Ramadhan Adalah Momentum
Perhelatan ramadhan 1444H baru saja selesai, momentum waktu terbaik ibadah kaum muslimin telah dilalui baik secara pribadi maupun bersama, baik suka atau pun dalam kondisi sulit untuk menjaga suasana spritualitas dengan menunaikan puasa, taraweh, tadarus, i’tikaf, zakat, bertakbir dan sholat ied. Ramadhan adalah kurun waktu dimana hati kita dijaga dengan riyadhoh dalam aktivitas ibadah, dimana kaum muslimin dilatih, seperti seorang sufi, melatih diri dan menjaga suasana spritualitas hatinya dalam pembinaan ibadah kepada Allah SWT.
Ramadhan Dan Masjid
Masjid adalah komponen terpenting dalam suasana pembinaan ramadhan dengan semua layanan ibadah di dalamnya bagi kaum muslimin, karena itu keberhasilan pengelolaan layanan masjid saat ramadhan menjadi penentu suasana hati kaum muslimin. Masjid, Ramadhan dan hati merupakan integrasi suasana ketenangan spritualitas bagi kaum muslimin.
Dalam dekade terakhir ini, suasana ramadhan di masjid masjid perkotaan sangat terasa kemeriahannya. Masjid menjadi sangat ramai dan meriah dengan kegiatan kegiatan keagamaan dengan layanan layanan yang dibutuhkan oleh kaum muslimin yang membutuhkan ketenangan batin hatinya dengan melaksanakan ibadah ibadah, hanya memang fenomena yang unik, yaitu masjid akan ramai di 10 hari pertama dan 10 hari terakhir dibulan ramadhan, hal tersebut menunjukan bentuk fluktuasi semangat ibadah kaum muslimin, atau bisa di lihat juga kekuatan konsistensi masjid dalam melayani kebutuhan dan harapannya jama’ahnya.
Spritual Masyarakat Perkotaan
Hal menarik yang perlu kita ketahui juga adalah kondisi spritualiatas masyarakat perkotaan yang tengah mengalami krisis. Krisis spritual ini barangkali terjadi sebagai akibat dari pengaruh penatnya kehidupan yang menerpa masyarakat perkotaan, serta pengaruh pandangan dunia modern dengan berbagai bentuk yang memiliki dinamika masyarakat yang komplek. Pengaruh kesibukan dan kepenatan dalam kehidupan moderen baik langsung maupun tidak langsung telah membangkitkan pandangan sekuler tersebut kelubuk hati masyarakat perkotaan.
Dunia sekuler yang hanya memandang kehidupan duniawi saja dan telah menjauhkan masyarakat perkotaan dari segala aspek spritualitas, dampaknya mereka hidup terisolir dari nilai nilai religi yang menjadi kebutuhan ketenangan hati bagi masyarakat muslim wabil khusus di perkotaan. Bagi masyarakat sekuler kehidupan dimulai dari dunia dan berakhir juga didunia ini, tanpa tahu dari mana ia berasal dan mau kemana arah tujuan hidup yang benar dan penuh ketenangan.
“Disorientasi” inilah kata yang tepat untuk menggambarkan dampak dari krisis spiritual pada masyarakat perkotaan. Hilangnya orientasi hidup dikarenakan penatnya kehidupan dikota, membuat masyarakat kering hatinya, sehingga berdampak pada suburnya masalah masalah sosial kemasyarakatan yang berujung kepada kerawanan kejahatan kehidupan di masyarakat perkotaan.
Kehadiran bulan ramadhan dan realitas masyarakat perkotaan yang tengah dilanda krisis spiritual, menjadi paradok bagi dakwah, dalam arti menjadi sebuah momentum terbaik untuk menyadarkan masyarakat muslim perkotaaan. Ramadhan menjadi jembatan penghubung bagi keruhnya hati seorang muslim menuju lembutnya kenikmatan beribadah kepada Allah SWT.
Masjid Yang Melayani
Kehidupan modern yang serba otomatik berdampak pada sistem sosial dan budaya masyarakat perkotaan di semua lapisan yang ditandai dengan menurunnya kualitas spiritual dibandingkan masyarakat pedesaan. Di kehidupan sehari hari ritual keagamaan di masjid masjid hanya tampak seperti aktifitas seremonial yang kering spiritualitas. Di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi dan perdagangan yang bersiat materialistik. Realitas tampak berbeda dengan suasana masyarakat pedesaan yang kaya akan tradisi dan budaya berbasis pada spiritualitas agama. Kemakmuran materi, gaya hidup serba instan, serta kurangnya waktu untuk memelihara kebersamaan dengan keluarga dan bersosialisasi telah mengalienasi manusia modern dari diri mereka sendiri, dari kondisi ini masjid masjid diperkotaan memiliki tantangan. tersendiri untuk melayani karakter masyarakat perkotaan tersebut.
Layanan taraweh, tadarus, ceramah agama dan takjil saat iftor menjadi momentum terbaik bagi masjid untuk memaksimalkan peran dan fungsinya, semakin baik layanan masjid, semakin khusu’ bagi jama’ah melaksanakan ibadahnya. Layanan I’tikaf juga telah menjadi trend baru layanan ibadah bulan ramadhan di wilayah perkotaan, trend i’tikaf menjadi salah satu parameter spritualitas kebutuhan ketenangan batin masyarakat perkotaan, dari kelas bawah
hingga atas. Potret ini sangat terasa sekali diwilayah Jabodetabek dengan banyaknya program di masjid masjid yang menawarkan layanan ibadah i’tikaf, kemudian dilanjutkan dengan layanan penerimaan dan penyaluran zakat oleh masjid semakin memberikan keberkahan dan suasan hubungan sosial yang sangat baik bagi masjid dan masyarakat disekitarnya. Dan dipenghujung Ramadhan, masyarakat diajak bertakbir bersama, sebagai wujud syukur dan kebahagian, yang dpaat menggetarkan hati dengan kalimat kalimat maha besar Allah SWT, sang Khalik pencipta alam semesta.
Ramadhan dan Masjid, menjadi madrasah terbaik bagi masyarakat muslim perkotaan menjadi sufi sufi yang belajar bagaimana merasakan “halawatul iman” menikmati kenikmatan beriman kepada Allah SWT dengan ibadah ibadahnya yang mengetarkan hati kaum muslimin yang melaksanakannya. Pada akhirnya bulan ramadhan merupakan generator yang membangkitkan vibrasi vibrasi yang sama antara dengan getaran hati kaum muslimin dengan nilai kebaikan hidayah Allah SWT, dengan aktifitas ritual didalamnya, sehingga momentum ramadhan yang dibarengi oleh layanan terbaik dari masjid masjid, membangkitkan gelombang gelombang urban sufisme bagi masyarakat perkotaan yang hidup dengan suasana spritual yang baik. Dan untuk selajutnya layanan layanan terbaik tersebut bisa berlanjut terus di luar bulan Ramadhan, untuk menjaga konsisten kebaikan cara beribadah masyarakat perkotaan pada khususnya.
Menakar Urban Sufisme
Dalam perspktif yang lebih inklusif dan sosiologis penjelasan diatas, Momentum ramadhan dan layanan masjid menjadi sangat berpotensi dalam membina akhlak manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat. Selanjutnya melahirkan sufi sufi yang memiliki sikap-sikap mulia dan menghindari sikap-sikap tercela, terbiasa dengan kondisi lapar dan dahaga, dan sangat ringan dalam bersedekah dan berzakat, sufi yang baik adalah orang yang mementingkan amal-amal saleh untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup Ia adalah orang yang sehat, giat bekerja, mencari nafkah bagi kehidupan dunianya. Ia boleh kaya, tetapi kekayaannya digunakan secara proporsional untuk dirinya, keluarganya dan kegiatan-kegiatan pemberdayaan umat.
Menurut Komarudin Hidayat terdapat empat alasan tentang sufisme semakin berkembang di kota-kota besar. Pertama, sufisme diminati oleh masyarakat perkotaan karena menjadi sarana pencarian makna hidup. Kedua, sufisme menjadi sarana pergulatan dan pencerahan intelektual. Ketiga, sufisme sebagai sarana terapi psikologis. Keempat, sufisme sebagai sarana untuk mengikuti trend dan perkembangan wacana keagamaan. Dari empat poin yang disampaikan oleh Komarudin Hidayat tersebut semakin menguatkan peran momentum ramadhan dan layanan masjid masjid mendorong lahirnya gelombang gelombang urban sufisme dikota kota besar.
Pada akhirnya kosistensi urban sufisme ini akan menjadi fenomena yang berkelanjutan terus pada masayarakat perkotaan dengan selalu menghidupkan semangat momentum ramadhan dan peningkatan kualitas layanan masjid masjid diperkotaan yang semakin dijaga dan ditingkatkan terus sesuai dengan kebutuhan dan harapan jama’ah dan masyarakat perkotaan.